Sulawesi Selatan adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian selatan Sulawesi. Ibu kotanya adalah Makassar, dahulu disebut Ujungpandang.
Provinsi ini berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara di timur, Selat Makassar di barat dan Laut Flores di selatan.
Di Sulsel terdapat banyak suku atau etnis, sahabat GPS Wisata Indonesia akan diketengahkan 4 (empat) kelompok etnis di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu Makassar, Bugis, Toraja dan Mandar.
I. Pakaian Adat Suku Makassar
Didalam kebudayaan Makassar Busana adat tradisional adalah salah satu aspek yang sangat penting, karena tidak hanya berfungsi sebagai penghias tubuh pemakainya tetapi juga merupakan suatu kelengkapan dalam upacara-upacara adat di Makassar.
Yang dimaksud dengan busana adat disini adalah pakaian adat berserta aksesori-aksesori pelengkap yang digunakan dalam berbagai upacara-upacara adat baik itu berupa perkawinan, penjemputan tamu kehormatan, atau hari-hari besar adat lainnya, seperti upacara Accera Kalompoang adat Kerajaan Gowa. Pada dasarnya keberadaan dan pemakaian busana adat pada upacara-upacara adat tertentu akan melambangkan keagungan upacara-upacara adat tersebut.
Pakaian Adat Pria Makassar
Busana adat pria Makasar terdiri atas baju, celana atau paroci, kain sarung atau lipa garusuk, dan tutup kepala atau passapu. Baju yang dikenakan pada tubuh bagian atas berbentuk jas tutup atau jas tutu dan baju belah dada atau bella dada. Model baju yang tampak adalah berlengan panjang, leher berkrah, saku di kanan dan kiri baju, serta diberi kancing yang terbuat dari emas atau perak dan dipasang pada leher baju. Gambaran model tersebut sama untuk kedua jenis baju pria, baik untuk jas tutu maupun baju bella dada. Hanya dalam hal warna dan bahan yang dipakai terdapat perbedaan di antara keduanya. Bahan untuk jas tutu biasanya tebal dan berwarna biru atau coklat tua. Adapun bahan baju bella dada tampak lebih tipis, yaitu berasal dari kain lipa sabbe atau lipa garusuk yang polos, berwarna terang dan mencolok seperti merah, dan hijau.
Khusus untuk tutup kepala, bahan yang biasa digunakan berasal dari kain pasapu yang terbuat dari serat daun lontar yang dianyam. Bila tutup kepala pada busana adat pria Makasar dihiasi dengan benang emas, masyarakat menyebutnya mbiring. Namun jika keadaan sebaliknya atau tutup kepala tidak berhias benang emas, pasapu guru sebutannya. Biasanya, yang mengenakan pasapu guru adalah mereka yang berstatus sebagai guru di kampung. Pemakaian tutup kepala pada busana pria mempunyai makna-makna dan simbol-simbol tertentu yang melambangkan satus sosial pemakainya.
Kelengkapan busana adat pria Makasar yang tidak pernah lupa untuk dikenakan adalah perhiasan seperti keris, gelang, selempang atau rante sembang, sapu tangan berhias atau passapu ambara, dan hiasan pada penutup kepala atau sigarak. Keris yang senantiasa digunakan adalah keris dengan kepala dan sarung yang terbuat dari emas, dikenal dengan sebutan pasattimpo atau tatarapeng. Jenis keris ini merupakan benda pusaka yang dikeramatkan oleh pemiliknya, bahkan dapat digantungi sejenis jimat yang disebut maili. Agar keris tidak mudah lepas dan tetap pada tempatnya, maka diberi pengikat yang disebut talibannang. Adapun gelang yang menjadi perhiasan para pria Makasar, biasanya berbentuk ular naga dan terbuat dari emas atau disebut ponto naga. Gambaran busana adat pria Makasar lengkap dengan semua jenis perhiasan seperti itu, tampak jelas pada seorang pria yang sedang melangsungkan upacara pernikahan. Lebih tepatnya dikenakan sebagai busana pengantin pria.
Pakaian Adat Wanita Makassar
Sementara itu, busana adat wanita Makasar terdiri atas baju dan sarung atau lipa. Ada dua jenis baju yang biasa dikenakan oleh kaum wanita, yakni baju bodo dan baju labbu dengan kekhasannya tersendiri. Baju bodo berbentuk segi empat, tidak berlengan, sisi samping kain dijahit, dan pada bagian atas dilubangi untuk memasukkan kepala yang sekaligus juga merupakan leher baju. Adapun baju labbu atau disebut juga baju bodo panjang, biasanya berbentuk baju kurung berlengan panjang dan ketat mulai dari siku sampai pergelangan tangan. Bahan dasar yang kerap digunakan untuk membuat baju labbu seperti itu adalah kain sutera tipis, berwarna tua dengan corak bunga-bunga. Kaum wanita dari berbagai kalangan manapun bisa mengenakan baju labbu.
Pasangan baju bodo dan baju labbu adalah kain sarung atau lipa, yang terbuat dari benang biasa atau lipa garusuk maupun kain sarung sutera atau lipa sabbe dengan warna dan corak yang beragam. Namun pada umumnya, warna dasar sarung Makasar adalah hitam, coklat tua, atau biru tua, dengan hiasan motif kecilkecil yang disebut corak cadii.
Sama halnya dengan pria, wanita makasar pun memakai berbagai perhiasan untuk melengkapi tampilan busana yang dikenakannya Unsur perhiasan yang terdapat di kepala adalah mahkota (saloko), sanggul berhiaskan bunga dengan tangkainya (pinang goyang), dan anting panjang (bangkarak). Perhiasan di leher antara lain kalung berantai (geno ma`bule), kalung panjang (rantekote), dan kalung besar (geno sibatu), dan berbagai aksesori lainnya. Penggunaan busana adat wanita Makasar yang lengkap dengan berbagai aksesorinya terlihat pada busana pengantin wanita. Begitu pula halnya dengan para pengiring pengantin, hanya saja perhiasan yang dikenakannya tidak selengkap itu.
II. Pakaian Adat Suku Bugis
Suku Bugis adalah salah satu suku yang berdomisili di Sulawesi Selatan. Ciri utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat, sehingga pendatang Melayu dan Minangkabau yang merantau ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di Kerajaan Gowa dan telah terakulturasi, juga bisa dikategorikan sebagai orang Bugis. Diperkirakan populasi orang Bugis mencapai angka enam juta jiwa. Kini orang-orang Bugis menyebar pula di berbagai provinsi Indonesia, seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Orang Bugis juga banyak yang merantau ke mancanegara seperti di Malaysia, India, dan Australia.
Pakaian Adat Pria Suku Bugis
Adapun pakaian adat untuk pria disebut baju balla dada, atau baju yang berbentuk jas yang tertutup, yang pada umumnya menggunakan warna merah, biru, dan warna hitam.
Bawahannya kain sarung songket yang disebut rope. Terdapat juga keris yang disebut tataroppeng dan hiasan kepala bernama sigara.
Pakaian Adat Wanita Suku Bugis
Baju Bodo sudah dikenal masyarakat Sulawesi Selatan pada pertengahan abad IX (pen), hal ini diperkuat dari sejarah kain Muslin, kain yang digunakan sebagai bahan dasar baju bodo itu sendiri. Kain Muslin adalah lembaran kain hasil tenunan dari pilinan kapas yang dijalin dengan benang katun. Memiliki rongga dan kerapatan benang yang renggang menjadikan kain Muslin sangat cocok untuk daerah tropis dan daerah beriklim kering.
Baju bodo berbentuk segi empat, biasanya berlengan pendek, yaitu setengah atas bagian siku lengan. Walaupun potongan baju bodo mirip dengan baju kurung, tapi tentu saja berbeda. Baju bodo bisa dikatakan minim jahitan. Baju ini hanya menyatukan bagian kiri dan bagian kanan baju. Pada bagian leher tidak terdapat kerah baju seperti baju kurung.
Menurut Adat Bugis, Setiap Warna Baju Bodoh Yang Dipakai Oleh Perempuan Bugis Menunjukkan Usia Atau Martabat Pemakainya
Warna | Arti |
---|---|
Jingga | dipakai oleh anak perempuan berumur 10 tahun |
Jingga dan merah | dipakai oleh gadis berumur 10-14 tahun |
Merah | dipakai oleh perempuan berumur 17-25 tahun |
Putih | dipakai oleh para pembantu dan dukun |
Hijau | dipakai oleh perempuan bangsawan |
Ungu | dipakai oleh para janda |
Menurut Pakaian ini kerap dipakai acara adat seperti upacara pernikahan. Tetapi kini, baju bodo mulai direvitalisasi melalui acara lainnya seperti lomba menari atau menyambut tamu agung.
Lipa' Sa'be
Lipa’ sa’be adalah pakaian adat suku Bugis lainnya. Lipa’ sa’be adalah sarung sutra yang biasa digunakan sebagai bawahan baju bodo’. Motif lipa’ sa’be kotak-kotak dengan warna-warni cerah.
Pemakai kedua pakaian adat suku Bugis ini biasanya akan memadupadankan warna yang sesuai antara baju bodo dan lipa’ sa’be. Memakainya pun sangat mudah.
Lipa’ sa’be digunakan layaknya menggunakan sarung. Untuk membantu agar tidak melorot ketika digunakan, pemakai biasanya menggunakan tali atau ikat pinggang. Salah satu ujungnya dibiarkan menjuntai dan dipegang dengan tangan sebagai aksen pemanis. Khusus untuk penari, ujung sarung diletakkan di bagian punggung dan dibentuk menyerupai kipas.
Aksesoris
Dalam tradisi pakaian adat suku Bugis juga mengenal pemakaian aksesoris. Aksesoris digunakan untuk melengkapi baju bodo dan lipa’ sa’be yang digunakan. Bila jaman dulu aksesoris terbuat dari emas, jaman sekarang berupa sepuhan warna keemasan.
Beberapa aksesoris yang digunakan antara lain gelang panjang, kalung, anting panjang, gelang lengan atas, bando atau hiasan konde. Bentuk dan jenis perhiasan yang digunakan juga memiliki aturan tersendiri. Misalnya seorang anak kecil mengenakan bando berbentuk kembang goyang di atas kepala. Sementara untuk seorang ibu cukup dengan 1 atau 2 tusuk konde sebagai hiasan di kepala.
III. Pakaian Adat Suku Tana Toraja
Kata toraja berasal dari bahasa Bugis, to riaja, yang berarti "orang yang berdiam di negeri atas". Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan sekitar 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.
Pakaian Adat Pria Toraja
Pakaian adat pria Toraja dikenal dengan Seppa Tallung Buku, berupa celana yang panjangnya sampai di lutut. Pakaian ini masih dilengkapi dengan asesoris lain, seperti kandaure, lipa', gayang dan sebagainya.
Pakaian Adat Wanita Toraja
Baju adat Toraja disebut Baju Pokko' untuk wanita. Baju Pokko' berupa baju dengan lengan yang pendek. Warna kuning, merah, dan putih adalah warna yang paling sering mendominasi pakaian adat Toraja.
Baju adat Kandore yaitu baju adat Toraja yang berhiaskan Manik-manik yang menjadi penghias dada, gelang, ikat kepala dan ikat pinggang.
IV. Pakaian Adat Suku Mandar
Suku Bangsa Mandar terbilang penduduk asal di propinsi Sulawesi Selatan/Barat, dan mempunyai peranan sama pentingnya dengan tiga suku bangsa lainnya yaitu Bugis, Makassar dan Toraja. Orang-orang Mandar menempati wilayah administratif kabupaten Mamuju, kabupaten Majenen dan kabupaten Polewali Mamasa (Polmas). Menurut catatan sejarah, pada abad ke-XV wilayah Mandar ini meliputi Kerajaan Balanipa, Majeng, Pembauang dan Cenrana di pantai utara Teluk Mandar, serta wilayah di bagian utara Selat Makassar. Jadi tidak mengherankan apabila masyarakat suku bangsa Mandar mempunyai tradisi berbusana yang sangat indah dan mencerminkan kebesaran suku ini di masa silam.
Dalam kehidupan sosialnya, masyarakat Mandar sangat memperhatikan ketentuan adat dan tradisi yang telah dijalani selama berabad-abad lamanya. Salah satu contoh yang tetap bertahan hingga kini antara lain adalah tata cara berbusana. Masyarakat Mandar sangat membedakan busana untuk anak-anak, remaja dan orang tua, begitu pula busana rakyat biasa dengan kalangan bangsawan akan berbeda.
Pakaian Adat Pria Mandar
Pakaian adat pria Mandar lebih sederhana karena hanya terdiri dari baju jas tutup terbuat dari bahan sutera bercorak bebas dengan warna hitam atau warna cerah. Paduannya kain sarung tenun Mandar atau seringkali ada yang memakai celana panjang kemuidian ditutup dengan sarung hingga sebatas lutut. Untuk penututp kepala, pria Mandar menggunakan kopiah atau lazim disebut songkok tobone dengan warna yang serasi antara baju bagian atas dengan jas atau sarungnya.
Pria Mandar melengkapi busananya dengan melekatkan rantai emas yang diberi liontin atau medalion dari taring macan bahkan bisa juga terbuat dari taji ayam. Hiasan tersebut diselipkan sebagian di saku jas tutupnya dan sebagian lagi dibiarkan menjuntai ke luar. Alas kaki yang dipakai biasanya sepatu pantovel atau sandal yang dibuat dari kulit.
Pakaian Adat Wanita Mandar
Pakaian Adat Wanita Mandar |
Pakaian adat wanita Pattuqduq Towaine
Banyak Literatur-literatur tentang pakaian adat di mandar, tetapi sedikit yang kemudian mendetail, namanya apa, dipakainya untuk siapa dan lain sebagainya. Busana yang dipakai Pattuqdu Towaine itu mencerminkan busana yang dipakai oleh perempuan mandar pada umumnya. Menurut penelitian yang dilakukan Desember 2013 lalu di Banggae majene, bahwa banyak kemudian Pattuqdu-pattuqdu sekarang ini yang menyalahi aturan, bahkan ada yang pakai Busana orang kawin untuk menarikan pakaian Pattuqdu. Idealnya Busana pattuqdu itu ( belum masuk baju pokko dan Sarung sutra khas mandar ) idealnya 18 potong, dan Busana untuk orang yang menikah adalah 24 potong. Berikut ini adalah detail busana Pattuqdu Towaine.
A. Busana yang dikenakan oleh Pattuqduq Towaine terdiri dari :
- Baju Rawang Boko atau bisa juga Baju Pokkoq
- Lipaq Saqbe mandar (sarung Sutra Asli mandar) yang terdiri dari berbagai macam corak seperti : Sureq maraqdia (Corak Raja), Sureq Pangulu (Corak Penghulu), Sureq Batu Dadzima (Corak Biji Delima), Sureq Puang Limboro (Corak Pappuangang limboro), Sureq Puang lembang) dll. Di mandar masih banyak corak-corak lainnnya, dapat dipakai dalam berbagai acara dan semua golongan namun sesuai Klasifikasi corak
- Lipaq Aqdi Diratte (Sarung khas yang pakai rantai) dengan warna yang dominan kuning langsat atau tergantung selera pemakainya, Lipaq Aqdi Diratte dipakai oleh tingkatan Tau Pia (manusia pilihan/orang pilihan), Tau Pia Naqe (manusia pilihan/orang pilihan campuran bangsawan ), dan bangsawan biasa (bukan bangsawan tinggi)
- Lipaq Aqdi Diratte Duattodong ( terdiri dari dua susun sarung pakai pinggir bawah) Warna kuning langsat atau variasi sesuai dengan selera, namun ini hanya dapat dikenakan oleh bangsawan tinggi atau sederajat
B. Bunga Penghias Kepala
Bunga Penghias kepala yang bervariasi dikenakan oleh para penari pattuqdu maupun yang dikenakan olwh pemakai busana Pattuqdu adalah sebagai berikut :
- Jika bunga berjumlah tiga (3) yang dikenakan disamping kiri dan kanan
- Jika bunga hanya terdiri dari 1 pasang dan dikenakan pada bagaian kiri dan kanan menghadap kedepan, ini dikenakan oleh golongan Tau Pia Tongan, Tau Pia Naqe dan bangsawan biasa
- Masih berjumlah 2 (dua) atau sepasang, namaun saling berhadapan ini dapat dipakai oleh semuan tingkatan Bangsawan dan Tau Pia
- Masih berjumlah dua (2) atau sepasang, tetapi dikenakan secara bersamaan menghadap kesampimg, maka ini dipakai olah golongan Tau Pia biasa atau yang sedrajat
- Sedangkan bunga yang hanya satu (1) buah dikenakan menyamping, maka hal ini dapat dapat dipakai oleh semua golongan yang ada dimasyarakat
- Bunga yang melingkar (bandol) disebut Gal (terbuat dari logam mulia) dipakai khusus anak raja atau golongan bangsawan tinggi. Tapi ada juga yang tebuan dari untaian bunga melati ( beru-beru ) itu dipakai oleh golongan masyarakat
- Dali ( Anting-anting khas ) biasa juga disebut Subang
Dali ini dikenakan dikedua telinga dan dirangkai dengan bunga melati (beru-beru) yang disusun berbentuk Bundar mengikuti alur dari bentuk dali tersebut.
Dali ini dipakai oleh semua golongan, namun apabila dali ini ditambah hiasan yang terurai dibawahnya berbentuk hiasan yang terbuat dari emas atau perak disebut Bakkar, maka ini ditandai bahwa pemakai adalah dari golongan bangsawan dan Golongan Tau Pia Tongang serta Tau Pia Naqe dan jika pemakainya memakai Panesser, maka ini ditandai bahwa yang memakai adalah anak raja atau sederajat.
C. Perhiasan di Badan
Adapun perhiasannyang dipakai setelah menganakan baju Pattuqdu terdiri dari :
1. Kawari (perisai khas) yang berjumlah 4 yang diapakai disamping kiri dan kanan ( sekitaran pinggul ) dan sepan belakang sekitaran pusar, ini hanya digunakan olah golongan anak raja dan bangsawan tinggi sederajat. Dan jika dikenakan hanya 2 yaitu bagian depan dan belakang maka ditandai bahwa si pemakai berasal dari golongan Tau Pia Beasa atau yg sederajat, tapi jika dikanekan hanya 1 buah saja yaitu dibagaian belakang, maka ini dapat dipakai oleh semua golongan dan tingkatan
2. Tombi Diana (Rantai khas yang terdiri dari rangkaian ringgit, tali uang loga zaman dulu) dipakai oleh semua golongan dan tingkatan
3. Tombi Sare-sare (hiasan yang terbuat dari kain segi 4 berwarna merah dan hijau dihiasi dengan emas atau perak tersusun dengan jumlah 9) dapat digunakan oleh semua golongan dan tingkatan
4. Tombi Tallu, Tombi Aqdi (Tombi khas 3 macam) yang terdiri dari 3 macam yaitu :
a. Tombi Buqang
b. Tombi maqel
c. Tombi Cucur
Ketiganya bisa dipakai oleh semua Golongan dan tingkatan.
D. Perhiasan di tangan
- Gallang Balleq (Gelang) berukuran 15 samapai di kedua 20 cm. Dipakai dikedua tangan dan dapat digunakan oleh semua Golongan dan tingkatan
- Poto (gelang kecil) dikenakan dikedua lengan yang mengapit gelang besardan dapat dikenakan disemua golongan dan tingkatan
- Jima Salletto, yang di ikatkan pada bahu lengan kiri kanan dapat dikenakan oleh semua Golongan dan tingkatan
- Teppang, di ikatkan dibawah Jima Salletto dan dapat digunakan oleh semua Golongan dan Tingkatan
- Jima maborong, pengganti Jima Salletto jika yang mengenakan adalah orang dari golongan bangsawan tinggi atau sederajat
- Kaliki (Ikat Pinggang) dapat dipakai oleh semua golongan dan tingkatan, merupakan pelengkap bagi Pattuqdu yang memakai kipas, maupun yang tidak. Terkecuali bagi pattuqdu Denggo dan pattuqdu Tommuane
- Sima-simang, Gelang yang bulirannya sebesar kelereng dan berjumlah 8, dipakai oleh semua golongan dan tingkatan.